E . V . E

Senin, Juli 20, 2009

Feels Shitty

I do mistake.
Hari ini saya telah mengecewakan 1 orang yang sudah sangat baik untuk saya dan membuatnya mengucapkan maaf untuk suatu akibat yang tidak dia sebabkan.

Bingung.
Ingin minta maaf tapi pasti saya harus memberi penjelasan dengan menceritakan duduk permasalahan yang sebenarnya. Harus menjelaskan lagi cerita yang harusnya telah saya kubur dalam-dalam. It's a cold case. It's expired. Seharusnya ini tidak boleh mempengaruhi saya dan kehidupan saya lagi. Harusnya cerita itu tidak lagi muncul dan membuat kehidupan saya, otak saya, tubuh saya, hati saya menjadi berantakan seperti yang dulu pernah terjadi. Yang terpenting, seharusnya kejadian ini tidak melukai orang lain yang sama sekali tidak tahu apa-apa.

Harusnya saya yang disalahkan. Karena kembali melakukan kesalahan yang sama. Orang itu hanya menyadarkan saya dan harusnya tidak memegang beban apapun atas akibat yang terjadi pada saya. Harusnya saya melupakan pria itu. Harusnya saya melupakan siapapun, yang karena permainan dalam otak saya, menjadi mirip dengan pria itu. Harusnya saya tidak mengaitkan siapapun dengan dia yang tinggal belulang.

Geez..
Setiap tahun, setiap waktu telah mencapai pertengahan juli, selalu saja ada perubahan pada diri saya,perubahan di bawah alam sadar saya, perubahan yang sama sekali tidak saya inginkan. Saya berjuang untuk meniadakan perubahan itu tapi tidak bisa. Bahkan tahun, perubahan itu tidak hanya menyakiti diri saya, tapi membuat orang lain juga tersakiti.

Memang salah menyimpan perasaan bersalah atas kematian seseorang yang telah meninggal 7 tahun lamanya.
Memang salah menyimpan perasaan sayang kepada orang yang telah berkalang tanah 7 tahun lamanya.
Memang salah menyukai seorang lain hanya karena kemiripan sifat dan pembawaannya dengan orang itu.
Lebih salah lagi ketika kerja keras yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama untuk melupakan kemiripan itu dihancurkan lagi hanya karena intensitas pertemuan beberapa bulan saja.

Tapi kesalahan itu sudah saya tanggung dan akan saya tanggung lagi. Seharusnya itu tanggungan saya. Bukan tanggungan orang lain.

Siapapun.
Yang memiliki orang itu. Yang berdekatan dengan dia. Yang disisi dia. Sama sekali tidak berhak menanggung kesalahan yang saya perbuat.
Siapapun.
Yang tanpa tahu permasalahan ini dan berbicara apapun yang mengusik kesalahan itu juga tidak berhak memnanggung kesalahan itu.

Karena dia bukan pria itu.
Dia bukan Andre yang tertawa saat saya tersedak karena kecepatan makan saya yang tinggi.
Yang bertepuk tangan saat saya melakukan kesalahan karena dyslesic yang saya idap dan mengatakan "tidak apa. kita coba lagi"
Yang menampar saya ketika saya menyerah.

Dia bukan Andre yang menatap benci pada orang lain namun membelai kepala saya dengan sayup.
Yang bersedia berkelahi demi mempertahankan perasaan saya atas "absent minded" yang sudah lama saya derita.
Yang bersedia menyentuh buku yang menjadi hal yang paling ia benci hanya untuk membantu saya mempersiapkan ujian.
Yang selalu berterus terang pada setiap orang tentang apa yang ia rasakan.
Yang selalu berusaha menjadi dirinya, bukan untuk menyenangkan orang lain.

Dia si Tuan Es.
Dia tidak peduli pada saya dan tertawa atas kelemahan saya.
Dia ada ketika butuh saya dan setelah itu hilang lenyap.
Dia tersenyum pada setiap orang agar membuat dia tetap disukai.
Dia tidak mau berterus terang tentang apapun
Dia sama sekali tidak peduli pada perasaan saya.

Harusnya saya tahu
Saya bisa menjabarkan dengan jelas dalam tulisan ini, setiap perbedaan si Tuan Es dengan Andre.
Saya bisa merasakan dengan jelas suatu yang Andre miliki dan tidak Tuan Es miliki.
Tapi mengapa setiap senti memisahkan raganya dengan ragaku, selalu saja pikiran itu hilang.
Saya selalu saja terlena dengan bayangan bahwa Andre telah hadir kembali. Padahal itu cuma dia. Cuma dia si Tuan Es.

Aku tidak ingin menjelaskan lagi dengan mulut ini. Aku ingin tulisan ini mewakili perasaanku. Berharap ada orang yang membacanya dan memaafkan aku. Sungguh. Maafkan aku.


Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 15.52 0 comments

Rabu, Juli 15, 2009

Tuhan, aku merindukan dia

TUHAN AKU MERINDUKAN DIA!!

Tujuh tahun yang lalu air mata ini telah melepas dia
Tangan ini telah melambai kepadanya.
Namun kenapa hati ini kini tidak kunjung terbuka dan menggantikan mahkota yang telah menghilang dengan pangeran lain.

Aku ingin melupakan dia. Melepaskan pengaruh dia dari kehidupan V.
V muak menyukai seseorang hanya karena bertingkah persis seperti dia
V muak mendambakan seseorang hanya karena memiliki aroma tubuh seperti dirinya.
V muak menginginkan seseorang hanya karena menginginkan dia kembali.

Sebab orang itu bukan dia. Sama sekali bukan dia.
Orang itu tidak peduli pada V sama seperti rasa sayang dia pada V
Orang itu tidak menatap V seperti dia menatap V
Orang itu tidak menginginkan V seperti dia menginginkan V.

V muak bertingkah bodoh
Mencari sosok dia dalam diri orang lain
Hanya karena V menginginkan dia kembali

Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 00.32 2 comments

Senin, Juli 13, 2009

2 Mimpi 1 Malam

Tadi malam V bermimpi.
2 Mimpi dalam 1 malam.
Mimpi kali ini cuma berkelibatan wajah-wajah orang yang berkeliaran dalam hidup V yang bener2 nggak pernah fikirkan sebelumnya.

Pertama, wajah kedua pembimbing V. Meskpun sudah berakhir namun entah kenapa wajah itu jadi hadir dalam mimpi ini. Tergambar wajah mereka yang sangat kecewa saat sidang V. Saat V mengucapkan kalimat bodoh, menjawab dengan bodoh, bertingkah dengan bodoh. Di saat mereka menginginkan kalimat pintar, jawaban pintar dan tingkah yang pintar muncul dari diri V. Sungguh.. rasa tidak percaya diri dan kecewa yang saya rasakan itu tidak lekang dari diri V. V malu dengan mereka karena penampilan saat itu. Bahkan untuk meminta tanda tangan persetujuan bimbingan pun saya tidak berani lagi. Entah apa yang mereka pikir tentang diri V saat melihat V lagi. Entah apa yang bisa V lakukan untuk menghilangkan semua kenangan buruk ini.

Kedua, terkelibat wajah pria yang sudah 7 tahun tidak ada lagi dalam kehidupan V, bahkan tidak ada lagi dalam kolong bumi manapun. Malam ini tampaknya akan menjadi malam ke 2557 V hidup tanpa seorang yang sampai sekarang pun masih ada dalam ujung kenangan V. 14 Juli, 7 tahun yang lalu, saat Andre masih ada. Dalam mimpi itu wajahnya mengucapkan selamat kepada V dengan tersenyum. Wajahnya muncul dengan mengenakan toga dan tepat disebelahnya adalah wajah saya yang juga mengenakan toga. V berteriak dan akhirnya V menangis. V ingat cita-citanya sebelum dia meninggal. Untuk dapat menjadi sarjana hukum, menjadi seperti V pada saat ini. V menangis dan mulai merasakan lagi rasa bersalah yang dulu sempat mengalahkan V. Andaikan V dapat lebih peduli dengannya, seperti dia peduli pada V, mungkin dia sudah mengenakan toga sarjananya dan bergelar S.H di belakang namanya. V malah memilih jalan untuk meninggalkan dia dan memutuskan mengenakan toga untuk sarjana dan bergelar SH di belakang nama V sendiri. Kenapa perasan ini muncul lagi setelah tidak kurang dari tiga tahun V berusaha untuk mengenyahkannya. Saya mencintai dia, Tuhan. Meskipun terlambat saya mengucapkannya dengan mulut saya. Dan saya tidak berniat sama sekali memberikan akhir seperti ini pada jalan kita berdua.

Seharusnya perasaan ini tidak muncul. Odhel yang menjadi sahabat saya sekaligus sahabat Andre juga telah berulangkali meyakinkan saya itu bukan kesalahan saya. Entah kesalahan siapa. Tapi yang pasti, mimpi itu membuat sosok Andre bertahta di ingatan saya saat ini.

Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 13.17 0 comments

Minggu, Juli 12, 2009

Weekend After That Bigday

Pfiuuhh..
Hari sabtu, hari minggu, mungkin memang sudah menjadi hari jatah untuk gereja bagi V.
Demikian juga hari ini. Semua rutinitas hari kerja rasanya ditinggalkan untuk sejenak dan dengan satu misi, yaitu mengendurkan urat-urat ketegangan..


Hari ini hari yang melelahkan. Kebaktian+uji panggung, latihan padus, dan ngiterin ITC Depok dengan kedok mencari asesoris dan tetek bengek untuk festival malah berakhir dengan makan di d cost dan merefill bakul nasi d cost sebanyak lebih dari 5 kali. Sukses membuat para karyawan itu tidak memakan gaji buta dan sukses melihat tatapan aneh+terkejut+takut+jijik dari mereka melihat napsu makan kita yang seperti gorilla. Tapi sukses membina suasana kekerabatan antara mereka. Menurut V, itu yang paling penting. Karena awal dari semua kerjasama adalah perasaan senang-senang antar anggota kelompok. Hal itulah yang sering luput dari analisa para pengurus-pegurus organisasi, terutama organisasi-organisasi non-profit seperti organisasi gereja.

Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 22.40 0 comments

Akhirnya ...

Well.. Things goin so well today. Bangun pagi, mengemis uang dari pa-ma (baca: papa dan mama) sebelum akhirnya melepas kepergian mereka berdua ke puncak, beresin kamar (awalnya ngeberesin kamar, eh kok malah jadi tambah berantakan yaah..??), tidur, dan main sims3. Wew.. buat orang lain mungkin kegiatan seperti itu biasa saja di akhir pekan kayak gini. Tapi buat saya...? Itu anugerah tiada tara dari Tuhan...

Lagi.. lagi.. karena ...
Sidang skripsi!


Malam ini malam pertama V lepas dari kungkungan skripsi dan sidang-sidang kelulusan yang melelahkan, merenggut kehidupan V yang sebenarnya dan bahkan mengubah V menjadi orang yang V ga suka. V baru menyadari mungkin V memang tidak berbakat di bidang hukum karena keterbatasan otak V. Gimana nggak? Pas sidang kemarin, otak tiba-tiba jadi BLANK!!

V lebih banyak menjawab, “apaan pa tadi pertanyaannya?” atau bilang “hah? Saya nggak ngerti” daripada menjawab apa yang mereka tanya.

Lebih banyak bengong daripada memutar otak untuk menjawab pertanyaan mereka.

Lebih banyak menyebut “Tuhan Yesus” daripada menyebut nama penguji-penguji itu dengan benar.

Lebih banyak bertingkah bodoh daripada bertingkah pintar.

Padahal seharusnya kan di sidang itu kita harus memutar otak, menjawab pertanyaan, bertingkah pintar, or at least menyebut nama mereka dengan benar.

V keluar dengan rasa kosong. Bahkan V nggak bisa nangis lagi setelah itu. Cuma bisa lemes. Tapi untungnya tetep bisa ketawa, karena sekompi teman-teman yang sengaja dateng untuk menyemangati V. Liza dan Putri yang bahkan sebelum V masuk ke ruangan udah stay tuned di sebelah V. Temen-temen kelompok kecil plus Uchonk.

Satu hal yang V pelajari dari hari itu adalah ternyata V bukanlah seorang single fighter. Orang yang berjuang sendirian, seperti yang selama ini V yakinkan pada diri V sendiri. Ada banyak orang yang menyemangati V. Bahkan orang-orang yang saat itu nggak datang dan hanya mengirim pesan dari ponsel aja. Mereka semua tanpa sadar menopang V. V bahagia karena mereka berhasil meyakinkan kalo ada banyak kehidupan yang V punyai. Bukan hanya kehidupan kuliah aja. Persahabatan V, persekutuan V, keluarga V. Saat kehidupan yang satu hancur, bukan berarti kehidupan yang lain jadi hancur. Diremehkan di suatu kehidupan bukan berarti diremehkan di kehidupan lain. Semuanya seimbang. Semuanya adil. Justru itulah yang dinamakan hidup dan itulah yang harus dijalani oleh semua orang.

Hasilnya....???
Dapet A?
Yaaaah...sesuatu hal yang amat sangat tidak terlintas dalam pikiran V. Yang terlintas saat itu adalah V (1) nggak lulus, atau (2) V akan diuji lagi di hari lain, atau (3) pikiran yang paling positive: V dapet C. Tapi ini nggak. Tuhan memberikan lebih dari apa yang V minta. Lebih dari apa yang V pikirkan. Bahkan sepanjang hari sidang pun V tidak punya perasaan takut dan tidak nyaman, seperti yang biasa V rasakan beberapa hari sebelumnya. Perasaan itu saja sudah merupakan suatu anugerah. Proses yang telah berhasil dimampukan oleh-Nya untuk V lalui saja juga telah merupakan suatu anugerah. Tapi lagi-lagi... Tuhan tahu apa yang lebih dibutuhkan oleh anak-Nya. Tuhan tahu pergumulan di setiap hati anak-Nya. Tuhan tahu waktu yang terindah untuk anak-Nya. Satu hal lagi yang V pelajari hari itu.

Perasaan senang dan tidak percaya sampai sekarang bahkan masih bercokol dalam hati V. V ingat detik-detik sebelum sidang. V tiba-tiba menyanyikan lagu yang liriknya begini.. “Sai....Sai togu ma au” Terus menerus. Lagi.. dan lagi... V bukan orang yang biasa menghapal lagu batak jadi untuk lagu inipun V nggak hapal semuanya. V cuma menyanyikan kata-kata itu saja berulang kali. Dan hasilnya...? perasaan V tenang. Sangat tenang.
Malam harinya, ketika latihan paduan suara di rumah, V bertanya kepada beberapa orang tentang lagu itu dan mereka menyanyikan seluruh baitnya dengan bahasa Batak juga bahasa Indonesia. Dan seketika V mengerti lagu itu dan lagi.. lagi V menangis. Semua proses berjalan di luar sadar V. Di luar kemampuan V. Penyerahan diri yang V lakukan beberapa hari sebelumnya sudah di-take over oleh Dia. Meskpun beberapa kali V jatuh. V melakukan dosa, menjauhi persekutuan, tapi Dia tidak meninggalkan V sedikitpun. Tidak sedikitpun.


Saat ini pun V menangis lagi. Sungguh. V nggak pernah merasakan mukjizat sedahsyat ini. V sudah bisa bersaksi mengenai penyertaan Tuhan yang V rasakan. Bukan berarti sebelumnya Tuhan tidak menyertai V. Tidak. Hanya saja kali ini. V merasakan penyerahan diri yang amat sangat. Merendah dengan amat sangat. Takut dengan amat sangat. Benar-benar V bisa mengamini perkataan K Uthe yang mengatakan bahwa Tuhan sangat menyenangi orang yang melakukan penyerahan diri dengan sepenuhnya setelah melakukan proses yang indah di mata-Nya. Tuhan meninggikan orang yang merendahkan diri. Salah satu hal yang lagi-lagi V pelajari hari itu.

SUNGGUH..
Pada intinya.. V di balik proses yang menyiksa ada rencana indah yang Tuhan persiapkan bahkan ada hasil yang terindah yang dapat Dia berikan.

God Bless You.

Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 04.17 0 comments

Jumat, Januari 30, 2009

Lanjutan Unhidden Me

Akhir tahun kemarin benar-benar adalah akhir tahun buat saya. Masa saya mencoba merefleksikan apa yang saya telah lakukan selama tahun 2008 dl. Saya mencoba mengingat satu persatu momen-momen membanggakan yang pernah menghampiri saya. Seingat saya, tidak ada. Saya mencoba berpikir keras untuk membawa kilasan masa saya selama kurang lebih 364 hari dan mencari momen itu. Ternyata tidak ada. Sama sekali tidak ada.


Awalnya diri saya benar-benar menolak untuk mengakui kalau ada sesuatu yang salah dalam diri saya dan dalam kehidupan saya. Sang jiwa terkubur dibalik segala hiruk pikuk liburan yang saya jalani. Tidak setitik pun kesadaran apalagi penyesalan terhadap 1 tahun yang sudah saya lewati begitu saja dengan sia-sia.

Sampai saat itu tiba..

Saat-saat yang saya ceritakan dalam post sebelumnya. Narasi antara sang raga dengan sang jiwa. Beradu kata dan sampai pada suatu pilihan. Untuk membiarkan sang jiwa bermain dalam wilayah kekuasaan sang raga dan memperkenalkan sang jiwa yang selama ini hanya terantuk dalam keadalaman.

Semoga sang jiwa berhasil membawa saya lebih dekat dengan tujuan yang ingin Tuhan saya capai dalam hidup saya dan hidup saya ini bukanlah suatu kesia-siaan melainkan karya besar dalam dunia

Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 21.59 0 comments

Unhidden Me

beberapa hari lalu, V yang sedang nggak melakukan apa-apa dan tidak memikirkan apa-apa tiba-tiba menangis. Menangis sejadi-jadinya.

V, sang raga yang nggak pernah mau mengusik dirinya yang sebenarnya, kini termuntahkan juga.. Tanpa diminta V yang sebenarnya, sang jiwa, menyeruak dan memohon ruang untuk mengucapkan kata dan melakukan tindak. Menyeruak menyusup sebagai tangis.


V berkata dan berkata...

"Kenapa kamu membuat saya selalu merasa tidak nyaman?" ucap sang jiwa.
"Karena saya pikir ini nyaman. Buat saya dan buat kamu." jawab sang raga.
"Nyaman? Ini membuat saya terus gelisah tapi bahkan kamu tidak mau mendengarkan?"
"Kamu terus mengeluh dan mengeluh. Saya hanya menjalankan diri saya sebagaimana seharusnya."

"Lantas apa yang menurut kamu menjalankan diri sesuai dengan yang seharusnya?"
"Menjadi diri sendiri."
"Oh ya? Apa menurut kamu menjadi diri sendiri adalah menjadi bodoh saat kamu pintar, menjadi tidak bisa saat kamu bisa, menjadi pendiam saat kamu periang, menjadi tidak peduli saat kamu memikirkan segalanya sendiri dalam otak kamu?"

"Saya hanya menjadi diri sendiri. Apa itu salah?" Kilah sang raga.
"Tidak. Yang salah adalah ketika kamu terus melakukan hal yang sangat tidak menguntungkan bagimu saat sebenarnya kamu berhak memperoleh keuntungan itu. Saat kamu memilih pilihan yang tidak tepat hanya demi mengubur aku lebih dalam lagi, tidak belajar dari pengalaman yang seharusnya mengajari setiap orang. Kamu hanya menjadi diri kamu yang seadanya. Padahal di dalammu ada aku. Yang menginginkan sesuatu yang luar biasa. Yang dapat melakukan suatu yang luar biasa."

Sang raga diam dan terisak. Memberi kesempatan sang jiwa menguntai kisah.
"Kamu sudah banyak kehilangan moment hanya karena ketidakpedulianmu pada dirimu, ketidakpedulianmu padaku. Entah spekulasi apa yang menari dalam pikiranmu sehingga kamu memilih dirimu menjadi seperti ini."

"Kamu melewatkan masa kepengurusan seksi remaja di gereja yang diberikan padamu dengan sia-sia. Kebencian pada orang-orang sekitarmu menghalangimu dari tujuanmu yang sebenarnya untuk mengabdikan dirimu pada Dia yang telah mengabdikan diri padamu."

"Kamu melewatkan masa2 kuliah yang seharusnya indah bahkan menjauhi semua kehidupan kampusmu, temen2 seangkatan dan memutuskan menjadi orang yg tidak peduli terhadap mereka. Padahal bukan dengan usahamu engkau masuk kesana. Sepenuhnya adalah bagian dari rencana Dia yang merencanakan semua kehidupanmu dengan sempurna. Kamu mengacaukannya. Ilmu yang seharusnya menjadi bagian dari dirimu malah kau muntahkan bahkan kau tolak sebelum mereka menyusup. Teman yang datang, orang-orang yang berusaha berbuat baik dan mengenalmu dengan lebih dekat kamu jauhi. Kamu memilih menjadi orang yang dingin padahal kamu adalah orang yang hangat. Kepengurusan ataupun kepanitiaan kampus yang satu persatu ditawarkan padamu kamu buang dan kamu injak dan memutuskan memilih menjadi orang yang tidak dapat tersentuh. Dan justru semakin membuat kemampuanmu juga tidak tersentuh."

"Kamu menjauhi orang-orang yang dengan setulus hati datang dan menawarkan pertemanan bahkan untaian persahabatan. Memaki mereka saat mereka baru saja memujimu. Membiarkan orang lain berpikir buruk tentangmu dan mereka pun menjauh. Aku tahu kamu memilih untuk menyakiti daripada kamu disakiti. Aku juga tahu dalam pikiranmu pertemanan dan persahabatan selalu berujung dengan rasa sakit yang dihadirkan untukmu. Kamu takut dan kamu membentengi dirimu sendiri dengan segala atribiut tidak tersentuh."

"Kamu sering menyakiti orang-orang yang tanpa kamu sadari ada di sekitarmu. Mengatakan diri mereka menyebalkan padahal dalam hati ingin mengatakan betapa kamu sangat menyayangi dan membutuhkan mereka. Apa salahnya berkata, 'you are my besties' atau 'i care for you' daripada 'you are the worst' atau 'so suck. Kenapa mulutmu dan dirimu tidak melakukan apa yang aku katakan dan rasakan.

"Senangkah kamu sekarang?" Tanya sang jiwa.

.....

Sang raga tidak menjawab. Tidak mampu. Sekali dia ingin menjawab, tapi yang keluar pada detik berikutnya hanya tangis dan isak yang semakin meledak.

"Aku mengerti jawabanmu. Biarkan aku yang menggantikan dirimu. Mengucapkan apa yang kita ucapkan. Melakukan apa yang ingin kita lakukan."

"Aku ingin tersenyum pada dunia. Pada semua orang. Bukan senyum palsu yang keluar hanya karena terjebak dalam situasi dan kondisi yang mengharuskan aku untuk tersenyum."

"Aku ingin mengambil ilmu yang mejadi bagian yang seharusnya ku dapat. Kali ini bukan nilai tapi demi menjalankan kembali rencana yang telah diberikan padaku."

"Aku ingin mengejar ilmu yang membuat aku menjadi lebih baik."

"Aku ingin menjalankan kepengurusan kampus yang hanya tersisa sedikit waktu."

"Aku ingin menjadi hangat sebagaimana diriku menginginkannya."

Dan yang terpenting:
Aku ingin mengatakan kata-kata yang selama ini tidak terucap oleh ragaku tetapi selalu disimpan dalam jiwaku. Aku ingin mengatakan I CARE FOR YOU kepada kamu, temanku yang sudah mengambil bagian dalam diriku.


Dan kisah itupun berlanjut …
A Note Taken by: Eva Pangaribuan at 21.52 2 comments